Pengembangan Pendidikan Harus Sesuai Kebutuhan

BOGOR, KOMPAS.com — Pakar pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Dr Mochammad Alip, MA, mengatakan, pengembangan pendidikan harus menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Hal itu disampaikannya dalam "Semiloka Review Standar Biaya Minimum Pendidikan: Kebijakan, Anggaran, dan Mutu Pendidikan" yang diadakan Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/12/2011). "Sekolah berfungsi sebagai organisasi penyedia layanan proses belajar-mengajar yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat sekitar," kata Alip. Sekolah harus mampu membantu peserta didik mengembangkan potensinya, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai individu. Ia memaparkan, pendidikan sebagai proses dekonstruksi masyarakat manusia dengan sisi kehidupan yang kompleks dan terkait satu sama lain, yaitu keagamaan, seni dan budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

Di sisi lain, sebagai individu, kebutuhan antara satu manusia dan yang lainnya berbeda-beda. Variabilitas kebutuhan individu tersebut berimplikasi pada variabilitas kebutuhan layanan pendidikan, seperti layanan peserta didik yang ingin langsung masuk pasar kerja berbeda dengan peserta didik yang ingin masuk ke perguruan tinggi, katanya. "Sekolah harus mampu membantu peserta didik mengembangkan potensinya, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai individu. Sebagai makhluk sosial, peserta didik harus belajar mengenal dan mengikuti norma dan pranata kehidupan yang berlaku," katanya. Ia menambahkan, pendidikan memiliki dimensi ganda, yaitu teknis dan pembangunan. Dimensi teknis pendidikan berkaitan dengan layanan para individu peserta didik, seperti layanan anak cerdas, anak luar biasa yang berkebutuhan khusus, dan anak yang memerlukan keterampilan untuk masuk dunia kerja. Dimensi pengembangan berkaitan dengan peningkatan kehidupan sosial masyarakat, seperti terbentuknya masyarakat madani. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis daan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusiaa, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Kualitas pendidikan

Sementara itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Alip mengatakan, Indonesia perlu berkaca pada Malaysia. Pasalnya, dengan kesederhanaan, sekolah-sekolah Malaysia tetap mampu mewujudkan pendidikan yang berkualitas baik. Ia lantas mencontohkan perbandingan sekolah-sekolah Indonesia dengan sekolah-sekolah Malaysia di kawasan perbatasan. Dari sisi fasilitas, sekolah-sekolah Indonesia yang berada di wilayah perbatasan masih jauh lebih baik daripada sekolah-sekolah milik Malaysia. "Saya pernah keliling perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Sekolah-sekolah yang kita miliki masih jauh lebih baik daripada Malaysia dalam hal fasilitas. Sekolah-sekolah milik kita umumya sudah dikeramik, sedangkan Malaysia belum. Namun, dari sisi kualitas, kita harus bekerja keras untuk meningkatkannya. Sekolah-sekolah Malaysia, sekalipun bangunannya sangat sederhana, kualitasnya baik," ujarnya.

Sumber : Inggried Dwi Wedhaswary; edukasi.kompas.com; 16 Desember 2011