Industri Makanan Diprediksi Tumbuh 20%

Jakarta - Industri makanan dan minuman diperkirakan tumbuh dua kali lipat atau 20% pada kuartal ketiga seiring dengan meningkatnya intensitas distribusi dan penjualan menjelang bulan puasa dan Lebaran.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Siswaja Lukman mengatakan Juli hingga menjelang bulan puasa pada Agustus merupakan puncak pertumbuhan bagi industri makanan dan minuman.

"Industri makanan dan minuman dalam negeri akan memasuki peak season mulai Juli, yaitu distribusi barang untuk kebutuhan selama bulan puasa mulai dilakukan. Kami optimistis pada kuartal ketiga penjualan akan tumbuh dua kali lipat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sekitar 10%," ujarnya kemarin.

Menurut dia, pertumbuhan industri tersebut pada tahun ini secara keseluruhan akan lebih baik dibandingkan dengan pencapaian pada 2009, terutama didukung oleh stabilitas harga bahan baku.

Sebagai contoh, ungkap Adhi, harga gula relatif stabil pada kisaran Rp6.800-Rp7.000 per kilogram. Harga bahan baku itu bahkan diprediksi turun, meskipun jumlahnya tidak signifikan.

Sebelumnya, Gapmmi memperkirakan omzet produk makanan dan minuman olahan pada kuartal I naik 15% dibandingkan dengan periode yang sama 2009 dari Rp86,087 triliun menjadi Rp99 triliun.

Hingga akhir tahun, omzet produk makanan olahan berpotensi naik 8%-10% menjadi Rp650 triliun-Rp660 triliun dibandingkan dengan 2009 sekitar Rp600 triliun.

Gapmmi memproyeksikan omzet pada kuartal II akan berkontribusi sekitar 20%, kemudian melonjak jadi 45% pada kuartal III sebagai puncaknya mengingat ada libur Lebaran. Pada kuartal IV omzet makanan olahan diperkirakan kembali tumbuh 20%.

Meskipun industri menggeliat, kata Adhi, produsen berskala kecil menengah dihadapkan pada tekanan biaya akibat penaikan tarif dasar listrik (TDL) mulai Juli. Mereka diperkirakan kesulitan mengonversi energi untuk mengurangi kenaikan biaya listrik.

"Katakanlah TDL naik 15%, maka biaya produksi untuk industri makanan dan minuman akan naik sekitar 1,5%. Hal ini tentunya berimplikasi pada kenaikan harga jual. Meskipun ada alternatif lain dengan memotong margin produksi, kenaikan TDL tetap akan memiliki efek domino seperti kenaikan harga gula dan biaya kemasan," ujarnya.

Seiring dengan rencana penaikan TDL, lanjut Adhi, beberapa perusahaan mulai mencari sumber tenaga alternatif, antara lain tenaga gas dan batu bara.

Sumber: Bisnis.com, 23 Juni 2010