Login

Pusat Pendidikan & Pelatihan Industri

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Pusdiklat Kemenperin Siapkan 5 langkah Strategis

Menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community) pada Desember 2015, Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), melakukan langkah antisipasi dengan menerapkan  lima hal strategis.

Konsekuensi pemberlakuan AEC, tingkat persaingan ekonomi antar negara Asean semakin ketat. Sektor industri memegang peran - penting dalam pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan sektor Iainnya. Dalam lima hal strategis itu, kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri dan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKNNI). Lembaga pendidikan harus didukung Sistem Penjaminan Mutu lewat penerapan ISO 9001:2008. Kemudian, penggunaan teaching factory dalam proses pembelajaran, sekolah harus dilengkapi Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Terakhir, menjalin kerja sama dengan asosiasi industri, dunia usaha dan lembaga pendidikan di dalam maupun luar negeri.

"Dengan mengimplementasikan kelima hal tersebut, saya yakin lulusan unit pendidikan di lingkungan Kemenperin benar-benar
kompeten dan mampu bersaing dalam dunia kerja di sektor industri dan wirausaha," kata Kepala Pusdiklat Industri Kemenperin,
Mujiyono kepada Maritim, saat Wisuda 204 lulusan Program Diploma IV Reguler dan 30 lulusan Diploma III Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) Jakarta, Jumat (13/12).

Menurut Mujiyono, untuk membangun pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, lima hal strategis tersebut perlu dilakukan.
Terutama sebagai antisipasi menjelang pelaksanaan AEC 2015. Karena, tantangan terberat bagi bangsa Indonesia ke depan adalah pasar tenaga kerja, di mana tenaga kerja dalam negeri akan bersaing dengan tenaga kerja trampil dari berbagai negara Asean untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia

Butuh 400.000/tahun

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada 2013 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,17 juta orang. Sementara di sektor industri masih dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 400.000 orang per tahun yang belum semuanya terpenuhi. Penyebabnya, ada kesenjangan jumlah dan kompetensi lulusan lembaga pendidikan dengan yang dibutuhkan oleh sektor industri.

Terkait kesiapan tenaga kerja sektor industri, tambahnya, formasi 400.000 orang per tahun itu harus diisi. Langkahnya melalui penerapan diklat 3 in 1 di Balai Diklat Industri, yakni pelatihan-sertifikasi penempatan. Atau dilakukan lembaga diklat di bawah asosiasi yang memiliki LSP dan TUK. Langkah lainnya, menye!enggarakan pendidikan Diploma I dan Dirloma II, untuk memenuhi  kebutuhan tenaga kerja industri tingkat ahli pratama dan ahli muda.

Menurut Mujiyono, ke depan perlu diberlakukan wajib sertifikasi kompetensi bagi setiap calon tenaga kerja yang akan bekerja di dalam negeri. Tak ubahnya pada penerapan SNI wajib pada produk! " komoditas industri yang akan dipasarkan di dalam negeri.

"Saya berharap, STMI Jakarta segera menyusun SKKNI bidang otomotif, karena STMI Jakarta telah menetapkan spesialisasi pada bidang sistem industri manufaktur. Khususnya pada komponen kendaraan bermotor dan dilanjutkan dengan menyiapkan LSP dan TUK. Sehingga nantinya lulusan STMI Jakarta memperoleh sertifikat kompetensi pada bidangnya masing-masing," pinta Mujiyono.

Saat ini, lulusan STMI Jakarta 66%telah bekerja di sektor industri, slsanya memilih menjadi wirausaha. Para wisudawan diminta   segera mengaplikasikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan kompetensinya. Khusus wisudawan TPL IKM akan mendapatkan kontrak kerja selama dua tahun pada Ditjen IKM Kemenperin.