MARI, BANGGALAH TERHADAP PRODUK DALAM NEGERI

MARI, BANGGALAH TERHADAP PRODUK DALAM NEGERI

 

 

 

Oleh: Ikhwan Darusalam, ST., MSc

BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKARTA – KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

 

 

 

Pendahuluan

 

 

Sepertinya telah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Indonesia sepertinya terlanjur menjadi “pemuja” produk-produk luar negeri. Kita cenderung lebih bangga terhadap produk orang lain daripada produk anak bangsa sendiri. Dan yang semakin memprihatinkan adalah, upaya untuk memuja produk luar negeri sepertinya ditanamkan melalui berbagai cara, berbagai media. Orang-orang yang lahir di era 70 atau 80an tentu familiar dengan lagu dari mendiang Gombloh berjudul Anak Singkong, dimana salah satu bait syairnya berbunyi, “sepatumu dari Italy… Kau bilang demi gengsi, semua serba luar negeri…”. Ketika mendengar lagu ini, secara tidak sengaja, kita sedang menanamkan pemahaman ke dalam pikiran kita bahwa produk sepatu Italy lebih berkualitas dari produk sepatu kita. Kemudian juga, ketika kita memakai produk luar negeri, itu berarti kita lebih bergengsi dibanding jika kita memakai produk dalam negeri, kita malu untuk memakai produk anak bangsa sendiri.

Contoh lain adalah berbagai percakapan di sinetron-sinetron atau film-film kita, banyak diantaranya yang lebih mengunggulkan produk luar negeri, seperti ungkapan “bikinan mana dulu dong, Jerman gitu loh…”. Disadari atau tidak, ungkapan-ungkapan di film itu mempengaruhi jutaan bahkan ratusan juta kepala orang Indonesia, hingga lapisan terbawah masyarakat kita terpengaruh untuk lebih membangga-banggakan produk luar negeri. Hal ini diperparah lagi dengan sikap pemerintah yang terkesan acuh terhadap hal tersebut. Seharusnya pemerintah dapat berperan dalam menanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri kita.

 

 

Ternyata Kita Keliru

 

Sampai sekarang, sering kita jumpai masyarakat kita berlomba-lomba untuk membeli produk luar negeri, entah itu disaat mereka bepergian ke luar negeri, maupun berupaya “titip beli” ketika ada kerabat yang pergi ke luar negeri. Bahkan orang kita rela berbondong-bondong pergi ke negeri jiran, hanya untuk berbelanja barang-barang yang “katanya” murah. Padahal, beberapakali penulis membuktikan sendiri datang ke negeri jiran tersebut, penulis dapati bahwa harga barang-barang yang dimaksud sebenarnya tidaklah terpaut jauh dengan ketika kita berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan besar di Indonesia, boleh dikatakan sama, tak sebanding dengan effort yang dikeluarkan untuk pergi ke jiran. Bahkan kenyataan berbicara lain, orang-orang dari Malaysia, Singapura, hingga Timur Tengah justru sebaliknya, berbondong-bondong datang ke pusat-pusat belanja kita seperti di Tanah Abang, Pasar Baru Bandung, dsb.

Apakah kebiasaan menjadi pemuja produk luar negeri tersebut keliru? Ya. Tanpa kita sadari, kita telah melakukan sebuah kesalahan besar bagi bangsa kita sendiri. Kita telah “membunuh” negeri kita sendiri.

Seorang wakil direktur sebuah perusahaan ternama di Jogja, yang bergerak di industri manufaktur, pernah bercerita kepada saya. Beberapa kali beliau kedatangan tamu rekanan perusahaan mereka dari Korea. Seperti laiknya seorang yang kedatangan tamu, maka beliau menjamu rekanan tersebut makan. Hari pertama, mereka mau diajak makan Gudeg. Hari kedua mereka masih mau diajak makan Soto. Hari ketiga mereka masih mau diajak makan Nasi Pecel. Tapi hari selanjutnya, mereka minta makan di restoran Korea. Ketika ditanya kenapa mereka tidak mau makanan Indonesia lagi? Maka jawaban mereka sangat mengejutkan, dimana intinya meskipun jauh lebih mahal, tapi mereka lebih memilih makanan Korea, karena uang yang dibayarkan pada akhirnya akan kembali juga kepada bangsa dan negara mereka sendiri. Sedemikian cintanya mereka pada bangsanya, sampai ketika berada di luar negeri pun, mereka mencari makanan dari negara mereka sendiri.

Sama dengan orang Korea, orang Jepang pun demikian. Produk-produk elektronik, mobil, sepeda motor, mesin, dsb dari Jepang, pada awalnya memiliki kualitas yang kurang baik. Namun karena bangsa Jepang memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap produk negeri sendiri, mereka tetap membeli produk tersebut meskipun masih kurang berkualitas. Karena produknya dibeli, maka perusahaan produsen pada akhirnya dapat melakukan riset untuk mengembangkan produknya, sehingga produk mereka akhirnya dapat memiliki kualitas yang bersaing dengan produk-produk dari negara maju di Eropa dan Amerika. Hal yang cukup mengejutkan adalah, ternyata orang Jepang memiliki falsafah, membeli produk dalam negeri adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar, mereka sangat anti dengan produk impor dan selalu berusaha mengkonsumsi produk-produk negeri mereka sendiri, meski harganya lebih mahal dan kualitasnya lebih rendah. Meski banyak barang-barang impor yang masuk, produk-produk dalam negeri Jepang pun tetap menjadi Raja di Negerinya sendiri. Yang menarik, saking loyalnya, mereka tak mudah goyah sedikitpun untuk beralih ke produk-produk impor yang lebih berkualitas, biarpun lebih murah harganya dari produk-produk dalam negeri. Bahkan, mereka dengan sangat percaya diri mempromosikan dan memasarkan produk-produk "Made in Japan" ke berbagai penjuru dunia.

 

 

Manfaat Menggunakan Produk Dalam Negeri

 

Sebenarnya, selain yang telah digambarkan di atas, apa saja manfaat jika kita bangga terhadap produk negeri sendiri? Dikutip dari berbagai sumber, manfaat yang diperoleh jika kita semakin bangga terhadap produk negeri sendiri adalah:

- Produksi dalam negeri meningkat

Menambah besar skala usaha dalam negeri

- Menambah jumlah investasi di Indonesia

- Meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan

- Mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas

- Menambah jumlah pendapatan nasional

- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara

- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

- Produk Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus raja di negeri sendiri

- Negara kita akan menjadi negara maju

- Semakin meningkatkan kebanggaan warga terhadap produk sendiri

- Negara kita semakin bermartabat di mata negara lain

 

Nah, ternyata keren kan, jika kita bangga dengan produk dalam negeri? Banyak sekali manfaat yang dapat kita petik, tidak hanya manfaat sesaat, tetapi seperti efek “bola salju” yang bergulir semakin jauh dan membesar. Kebanggaan kita terhadap produk negeri sendiri akan menimbulkan berbagai efek positif, mulai dari sisi perusahaan, dimana dengan dibelinya produk yang dibuat maka akan semakin membuat perusahaan tersebut dapat meningkatkan kualitas produknya, sehingga produk yang dijual akan semakin mengalami peningkatan kualitas. Kemudian, perusahaan akan semakin besar, yang tentunya akan semakin menyerap banyak tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja berarti akan mengurangi jumlah pengangguran, serta memperkuat perekonomian bangsa karena masyarakat memiliki daya beli yang tinggi. Uang akan lebih banyak berputar di negara kita, sehingga daya beli masyarakat meningkat. Kemudian, investor juga akan lebih tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, karena negara kita dengan jumlah penduduk hampir 250 juta merupakan pasar yang sangat seksi. Jumlah penduduk yang sangat banyak, ditambah dengan kondisi mereka yang loyal terhadap produk dalam negeri, akan membuat investor berdatangan untuk membuat produk yang “Made in Indonesia”. Pada akhirnya, negara kita akan menjadi negara besar yang disegani oleh negara lain, seperti halnya negara-negara Asia lainnya, Jepang dan Korea. Tentu kita mau kan, negara kita menjadi negara yang disegani oleh orang lain?

 

 

Langkah Kita Ke Depan

 

Satu hari, seorang teman saya dari Malaysia datang ke Jogja. Hingga 3 hari saya ajak berkeliling, sepertinya tak ada sedikitpun niatan atau keinginan untuk membeli batik, sekedar untuk oleh-oleh. Karena gatal (pengin promosi batik, meskipun pasti dia sudah kenal batik Indonesia), akhirnya saya tawarkan ke dia, “Nggak pengin beli batik Pak?” Dan ternyata jawabannya cukup membuat sesak dada saya, “Tak lah, nanti kalo saya pakai batik, kawan saya di office cakap, kau ni nak promosi produk Malaysia kah atau orang lain?” (Kamu ini, mau promosi produk Malaysia atau malah produk negara lain?).

Dan saya semakin tersadar bahwa selama ini Indonesia telah melenceng terlalu jauh dan semakin jauh. Makin hari makin banyak warga kita yang menjadi pemuja produk-produk negara lain, bahkan semakin dengan bangganya “memamerkan” barang tersebut di media sosial. Tak hanya itu, mereka sering dengan sengaja pergi ke luar negeri hanya untuk membeli barang-barang dari sana. Hal ini diperparah lagi oleh artis-artis kita yang gemar pamer barang-barang dari luar negeri, baik melalui TV atau media sosial mereka yang diikuti berjuta-juta penggemar.

Maka jika kita kembalikan kepada cerita warga Korea dan Jepang tadi, bahwa semakin kita banyak membeli produk dalam negeri, maka semakin berdaulat bangsa kita. Dan sebaliknya, semakin kita berbangga-bangga dengan produk luar negeri, maka itu artinya bahwa kita semakin “mengerdilkan” negara kita sendiri. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita pernah mengatakan, “Bila konsumen Indonesia lebih senang membeli barang-barang impor, maka yang akan memetik manfaat terbesar adalah produsen barang di luar negeri. Uang kita akan mengalir ke luar tanpa ada manfaat ekonomi ke dalam.”

Hitung-hitungan kasar yang disampaikan wakil direktur perusahaan manufaktur tadi, meskipun Honda, Toyota sudah membangun pabrik dan berproduksi di negara kita, ternyata sekitar 60 – 65% keuntungannya kembali ke Jepang. Artinya, meskipun sudah berlokasi dan dikerjakan oleh pekerja yang berwarga negara Indonesia, namun toh masih jauh lebih besar porsi yang didapat oleh negara produsen. Apatah lagi jika kita membeli barang yang diproduksi di luar negeri? Tentu akan semakin sedikit porsi yang kita dapatkan, negara kita hanya dijadikan “pasar” saja, hanya “dipakai lewat” bagi produk mereka, sementara semua keuntungan mengalir ke negara mereka. Hal ini tentu sangat meprihatinkan bagi kita.

Maka, sebagai warga negara yang ingin negaranya maju dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, mulai sekarang sebaiknya kita segera merubah mindset bahwa produk luar negeri lebih bagus, keren, berkualitas, bergengsi, dsb. Kita harus menjadi bangsa yang loyal dan bangga terhadap produk negara kita sendiri. Semakin banyak produk lokal yang kita beli, meskipun lebih mahal dan sedikit kurang berkualitas, maka produsen produk tersebut akan mengalami kenaikan keuntungan sehingga dapat mengembangkan produknya menjadi lebih berkualitas. Dan sebenarnya, yang lebih besar lagi adalah uang yang kita belanjakan tidak keluar ke negara lain. Hal ini tentunya akan semakin memperkokoh pondasi perekonomian bangsa kita tercinta.

 

 

Bagaimana peran pemerintah seharusnya?

 

Tak hanya melulu dari warganya, pemerintah juga punya andil yang sangat besar dalam mendorong kebanggaan terhadap produk sendiri. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat kebijakan dan kewajiban untuk bangga terhadap produk dalam negeri, yang tidak hanya sekedar slogan, tapi diwujudkan melalui action yang nyata.

Salah satu contoh action yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mewajibkan penggunaan produk anak bangsa bagi seluruh warga negara Indonesia, atau minimal seluruh kantor/instansi pemerintahan, ditambah lagi dengan pemberian subsidi dan berbagai kemudahan untuk setiap pembelian produk dalam negeri. Dengan diwajibkan dan dimudahkannya setiap pembelian produk dalam negeri, maka produk tersebut akan semakin laris dan perusahaan dapat meningkatkan mutu produk serta mutu pelayanan yang diberikan.

Selama ini, pemerintah terlihat kurang serius dalam menggarap produk dalam negeri. Hampir tak ada upaya serius dari pemerintah untuk menanamkan kecintaan dan kebanggan terhadap produk sendiri. Terlihat, hingga umur negeri ini yang sudah lebih dari 7 dekade, tak satupun kendaraan “Made in Indonesia” yang berkeliaran dijalan raya. Kita asyik dan lebih berbangga terhadap produk Jepang dibanding dengan produk kita sendiri. Era 90-an, ketika booming mobil Timor “buatan” Indonesia, kita sempat berbangga akan mengawali tonggak sejarah industri alat transportasi milik sendiri. Namun sayang, belum lagi berjalan, mobil Timor dihantam oleh isu politik dan sejenisnya. Kepadanya juga ditanamkan image bahwa Timor bukanlah produk asli Indonesia, melainkan Korea. Akhirnya Timor pun berhenti, seiring dengan pupusnya harapan untuk memiliki mobil nasional.

Padahal, jika kita lihat, adik dan murid kita, Malaysia, juga melakukan hal yang sama. Merk-merk mobil/motor nasional mereka seperti Proton, Perodua, Modena, dsb pun sebenarnya sama, hanya “mengganti baju” atau bahkan “mengganti nama” saja dari produk lain di luar negeri. Tapi toh mereka bisa melakukannya. Dengan “memulai”, perlahan mereka bisa membuat sendiri mobil/motor yang berbeda dari sekadar “mengganti baju”. Hampir semua mobil dan sepeda motor yang beredar di jalanan Malaysia merupakan produk “lokal” mereka, dan ini tentu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi negara, pemerintah dan bangsa mereka. Begitulah, tidak sekedar tidak bangga, kita bahkan cenderung lebih suka mencela produk dalam negeri kita.

Setali tiga uang dengan proyek mobnas, masih di era 90-an, kita juga sempat berbangga dengan proyek mewujudkan mimpi dari Bapak kita, Pak Habibie untuk memiliki pesawat sendiri. Namun, kembali kita dikecewakan dengan gagalnya proyek ini, atas intervensi dari IMF yang meminta negara kita menghentikan proyek tersebut. Habibie, pemegang 42 paten di bidang pesawat terbang, dan belum ada satu pun yang menandingi kejeniusan beliau di bidang pesawat, tentu sangat ditakuti oleh dunia internasional. Bisa dibayangkan jika proyek ini sukses, maka mungkin tak ada cerita pesawat bernama ATR berlalu lalang di langit Indonesia, dan betapa bangganya bangsa ini dengan pesawat-pesawat buatan anak bangsa sendiri.

Jika tidak memulai, maka kita hanya akan menjadi pasar bagi negara lain, di era yang serba mudah dan murah seperti sekarang. Negara kita tidak akan menjadi negara yang berdaulat di mata negara lain, dan kita semakin menjadi negara yang tak berdaya. Sekarang dapat kita lihat, hampir semua produk yang beredar adalah buatan negara lain atau merk milik negara lain. Jangankan membuat mobil nasional, mobil-mobilan dan mainan anak-anak saja, hampir tidak ada yang buatan negeri sendiri. Apakah sedemikian sulitnya hanya untuk sekedar membuat mainan anak-anak? Ironis memang. Negara yang produk alat tempurnya diakui dunia, sekedar membuat tank mainan anak-anak saja harus membeli dari negara lain. Pesawat dan kapal betulan saja kita bisa membuatnya, apalagi sekedar pesawat/kapal mainan?

 

 

Kesimpulan

 

Dari papaaran tersebut di atas, maka jelaslah bahwa menanamkan rasa bangga terhadap produk dalam negeri haruslah kita miliki, bukan sekedar slogan semata. Jika ingin negara kita berdaulat dan menjadi raja di negeri sendiri, serta segera beranjak menjadi negara maju, maka mulailah dari diri kita sendiri, tanamkan kecintaan terhadap produk-produk asli Indonesia, singkirkan produk negara lain dari keranjang belanjaan kita. Berbanggalah ketika kita menggunakan produk dalam negeri, bukan sebaliknya. Tak ada negara maju yang segalanya bergantung pada negara lain. Negara maju adalah negara yang berdaulat, yang industrinya bisa membuat semua produk kebutuhan dalam negeri sendiri.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memulai dengan menanamkan kecintaan terhadap produk Indonesia, tidak hanya melalui ajakan, tapi juga melalui kebijakan dan peraturan. Mewajibkan dan memudahkan warga dan instansi pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri, serta mendorong berdirinya industri-industri manufaktur dalam negeri. Jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri, kita hanya akan menjadi tamu di rumah kita sendiri.

Mari kita tanamkan kecintaan terhadap produk dalam negeri, sebagai wujud “Bela Negara”.

 

 

Penulis adalah Widyaiswara Balai Diklat Industri Yogyakarta – Kementerian Perindustrian

 

 

 

 

DAFTAR RUJUKAN          

Apa Manfaatnya Mencintai Produk Dalam Negeri? https://komunitas.bukalapak.com/news/7546-fwyihx. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

Cara Negeri Sakura Mencintai Produknya Sendiri. https://risehtunong.blogspot.co.id/2014/09/cara-negeri-sakura-mencintai-produk.html. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

3 Faktor Jepang Mencintai Produknya Sendiri. https://risehtunong.blogspot.co.id/2014/09/3-faktor-jepang-mencintai-produknya.html. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.

Mendag Ajak Konsumen Bangga dan Cinta Produk Dalam Negeri. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/05/03/opddyj280-mendag-ajak-konsumen-bangga-dan-cinta-produk-dalam-negeri. Diunduh tanggal 23 Februari 2018.