Login

Pusat Pendidikan & Pelatihan Industri

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Model Alternatif Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

MODEL ALTERNATIF PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) DI INDONESIA

oleh: Chandra Bachtiyar

  1. I. Latar belakang

Kawasan ekonomi khusus (KEK) menurut Johanson dan Nilson (1997) adalah suatu kawasan yang secara geografis dan jurisdiktif merupakan kawasan dimana perdagangan bebas, termasuk kemudahan dan fasilitas duty free atas impor barang-barang modal untuk bahan baku komoditas eskpor. Sedangkan menurut undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kawasan ekonomi khusus, menyebutkan bahwa KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK merupakan wilayah yang lebih khusus mencakup daerah perdagangan bebas (free trade zone /FTZ), daerah penanganan ekspor (export processing zone/EPZ), daerah bebas (free zone/FZ), Kawasan industri (industrial estate/IE), pelabuhan bebas (free port).

Inspirasi pembentukan KEK yang ditujukan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi berasal dari kisah sukses pembentukan special zone di awal tahun 1950an, pasca perang dunia kedua sebagaimana diidentifikasi oleh Rondinelli (1987). Motif pembentukan KEK dapat dilihat dari sisi negara yaitu adanya kesempatan dalam memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional dan regional (daerah), berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan sebagai sarana alih teknologi. Sementara disisi investor, munculnya ketertarikan terhadap KEK adalah karena berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan. Misalnya dalam hal infrastruktur dan kemudahan dalam kepebeaan serta kelonggaran-kelonggaran dalam hal perpajakan dan perizinan dan investasi.

Negara-negara di kawasan Asia mulai membangun KEK sejak tahun 1970an. Hongkong dan Singapura menerapkan konsep KEK dalam bentuk kebijakan free trade zone sehingga menjadi pendorong munculnya export processing zone dan free trade zone pada 30 negara di kawasan Asia, hal ini diungkapkan oleh Rondinelli (1987). Sedangkan pemerintah China dan India membentuk KEK untuk mendorong pembangunan ekonomi. Data empiris menunjukkan KEK di kedua negara ini muncul sebagai stimulus yang penting dalam menarik investor khususnya investor asing (PMA). Untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pembentukan KEK, pemerintah China dan India memberikan prioritas kepada investasi industri yang berorientasi ekspor dan jenis industri yang akan memberikan manfaat dalam hal transfer teknologi pada industri local sperti industri IT (Hidayat, 2010).

Bagi daerah, keberadaan KEK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan performa perekonomian. Sebagai ilustrasinya adalah di China, seperti kota Shenzen, Shantou, Zhuhai, Xiamen, dan Hainan yang semula merupakan daerah miskin, saat ini menjadi daerah pusat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di India yaitu Kandla dan Surat (Gujarat), Cochin (Kerala), Santa Cruz (Mumbai-Maharastra), Falta (West Bengal), Chennai (Tamil Nadu), Visakhapatnam (Andra Pradesh) maupun Noida (Uttar Pradesh) berubah dari daerah periphery yang tidak menarik untuk investasi menjadi daerah yang menarik sangat diminati oleh para investor khususnya investor asing (Adam, 2007).

Kondisi KEK yang diamati oleh Wong dan Chu (1985) menunjukkan bahwa salah satu faktor keberhasilan KEK adalah efisiensi manajemen. Sementara KEK di kawasan Asia kebanyakan merupakan tanggung jawab pemerintah yang dikelola secara tidak efisien dan tidak fleksibel. Disisi yang lain pemerintah memiliki kepentingan dalam mendorong keberhasilan KEK. Fakta yang lain menunjukkan bahwa bentuk peran pemerintah yang berlebihan dalam KEK menurut Rondinelli (1987) akan menuai kondisi yang kontra produktif. Fakta lain yang ada adalah sebagain besar KEK yang dikelola pemerintah memperlihatkan rate of return yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan KEK yang dikelola swasta. Melihat akan kondisi kontradiktif antara kurang efisiensinya manajemen pemerintah dalam mengelola KEK dan peran yang berlebihan dari pemerintah dalam KEK yang berdampak tidak berhasilnya pembangunan KEK maka tulisan ini akan melihat posisi pemerintah Indonesia dalam pembagunan KEK.

 

II. Model KEK yang berhasil  

Menurut Santoso (2010), secara umum terdapat dua model generik pelaksanaan KEK yaitu

  1. KEK sebagai sebuah terminology generik untuk kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari hambatan berusaha dalam memacu peningkatan ekspor nasional. Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal dengan tiga jenis umum SEZ, meliputi: SEZ for multi product, SEZ for specific sectordan SEZ for free trade and warehouse. Sedangkan di Filipina KEK dapat berupa : Industrial Estate (IE), Export processing Zone (EPZ), Free Trade Zone (FTZ), dan Tourist/Recreation Center.
  2. KEK sebagai sebuah model kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang didalamnya mencakup Free Trade Zone (FTZ), Export processing Zone (EPZ), Pelabuhan (Port), High Tech Industrial Estate dan lain sebagainya, atau dikenal dengan sebutan zones within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk mengoperasionalkan KEK secara penuh atas mandat dari pemerintah pusat, model seperti ini ditemukan di China.

 

Untuk model KEK yang dikembangkan di kawasan Asia, relatif bervariasi satu dengan lainnya, namun secara umum dapat dikelompokkan dengan enam kharakteristik utama menurut Wong dan Chu (1985) dan Rondinelli (1987) yaitu

  1. Lokasi KEK memiliki akses yang prima terhadap sarana transportasi khususnya transportasi udara dan laut
  2. Infrastruktur pendukung tersedia dengan baik
  3. Adanya komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam memberikan kelonggaran perizinan dan perpajakan
  4. Tersedianya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan dengan upah yang relatif murah
  5. Adanya sistem pelayanan administrasi public yang efisien
  6. Hadirnya iklim politik dan ekonomi yang relatif stabil

Sedangkan factor-faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan KEK oleh Prabowo (2010) adalah sebagai berikut

  1. Keseimbangan ekonomi makro, khususnya nilai tukar yang mencerminkan keseimbangan pasar.
  2. Lokasi geografis yang mendukung akses pasar ekspor dan kaitannya dengan ekonomi domestic.
  3. Skema insentif yang ditawarkan.
  4. Manajemen kawasan yang efektif dan efisien.
  5. Keterkaitan dengan ekonomi domestic.

 

  1. III. Peran Pemerintah dalam KEK

Berdasarkan kharakteristik KEK dan faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan KEK, tidak menunjukkan peran pemerintah secara langsung baik dalam tahapan persiapan maupun tahap pengelolaan. Namun, untuk memenuhi kriteria KEK yang berhasil diperlukan sentuhan pemerintah yang komprehensif, sebagai contohnya adalah peran pemerintah China mulai dari pemilihan dan penetapan lokasi sampai dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan serta dalam penetapan berbagai regulasi untuk memberikan kemudahan kepada investor. Pada tahap persiapan KEK di Shenzhen, pemerintah China melakukan investasi sebesar US$ 265 juta guna membangun sarana infrastruktur, dimana hanya satu pertiga dari total inveatsi tersebut berasal dari kontribusi pihak investor (Whong dan Chu : 1985). Selanjutnya untuk menarik investor multinasional, pemerintah China mengeluarkan sejumlah kelonggaran regulasi antara lain kemudahan visa, kemudahan dalam hal rekruitmen dalam tenaga kerja dan sistem pengupahan, mempekerjakan staff teknis dan staf administrasi asing serta kemudahan memperoleh lahan untuk lokasi kegaiatan usaha. Selain itu menurut Rondinelli (1987), pemerintah China dalam menyakinkan para investor juga mengintrodusir sejumlah formulasi pembiayaan yang disebut dengan financial participation. Formula ini meliputi antara lain sole proprietorship, joint venture, co-operative production, dan intermediate processing and compensation trade (Whong dan Chu : 1985). Selain itu pemerintah China juga menetapkan regulasi terkait dengan pembangunan infrastruktur dan peraturan terkait dengan manajemen ketenagakerjaan. Dimana hubungan antar pemilik perusahaan dan tenaga kerja didasarkan atas kontrak. Oleh karenanya perusahaan memiliki hak penuh untuk memperkerjakan dan memberhentikan buruh sesuai dengan kepentingan perusahaan (Nishitatemo, 1983). Bentuk regulasi lainnya adalah tentang insentif pajak penghasilan. Bagi perusahaan di lokasi KEK hanya dikenakan pajak penghasilan sebesar 15% sedangkan pajak penghasilan bagi perusahaan di luar KEK adalah 33%. Sedangkan, Korea Selatan yang mengimplementasikan kebijakan export processing zone (EPZ) di Seoul mengeluarkan investasi besar dalam hal infrastruktur. Sedangkan untuk menarik minat para investor multinasional digunakan sejumlah insentif antara lain pembebasan bea masuk untuk barang-barang impot, bahan baku industri dan barang setengah jadi serta bebas tarif bagi produk ekspor manufaktur di lokasi EPZ (Rondinelli, 1987).

 

Hingga tahun 2014, terdapat tujuh lokasi yang telah ditetapkan sebagai KEK yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Bitung, KEK Tanjung Api-Api, KEK Mandalika dan KEK Morotai.

Tabel 1. Lokasi KEK di Indonesia

No

Nama KEK

Lokasi

Bisnis

1

Sei Mangkei

Simalungun, Sumut

Industri pengolahan kepala sawit dan pariwisata

2

Tanjung Lesung

Pandeglang, Banten

Pariwisata dan Resort.

3

Palu

Palu, Sulawesi Tengah

Industri pengolahan pertambangan, kakao, karet, rotan, dan rumput laut, manufaktur alat-alat berat dan logistik

4

Bitung

Bitung, Sulawesi Utara

Industri pengolahan perikanan dan kelapa serta logistik

5

Tanjung Api-Api

Banyuasin, Sumatera Selatan

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

6

Mandalika

Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Pariwisata, Pengembangan industry agro dan eko wisata

7

Morotai

Morotai, Maluku Utara

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

Sumber : http://kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html

 

Sedangkan dilihat dari best practice pengelolaan KEK, terlihat adanya tiga fungsi/peran utama pemerintah yaitu

(1) fungsi pengaturan. Pada peran ini pemerintah melakukan pelaksanaan persiapan pembangunan KEK mulai dari konsep KEK, menyiapkan sarana dan prasarana serta menyiapkan lokasi.

(2) Fungsi pembinaan. Pada bagian ini pemerintah akan pembinanan dengan memfasilitasi semua proses baik dalam fase persiapan maupun operasional KEK nantinya. Hal terpenting dalam fasilitasi adalah pemerintah sebagi pemilik kekuasaan atas regulasi memberikan dukungan dalam hal penetapan payung hukum, menetapkan regulasi pendukung dan pelayan administrasi di KEK. Selain itu pada peran ini, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan semua stakeholder terkait dengan KEK sehingga KEK dapat terbangun.

(3) Sedangkan fungsi ketiga dari pemerintah dalam KEK adalah melakukan upaya pencegahan atas dampak yang tidak menguntungkan dengan adanya penerapan KEK di suatu wilayah.

 

Peran Alaternative Pemerintah  

Dilihat dari letak geografisnya (posisi), KEK yang akan dibangun harus memiliki posisi strategis yang ditunjukkan dengan akses terhadap jalur internasional baik jalur darat, laut maupun udara. Oleh karenanya, pengembangan setiap KEK akan sangat spesifik bergantung keunggulan yang dimilikinya. Namun dalam pelaksanaanya, setidaknya dua hal yang harus di persiapkan pemerintah dalam mendorong keberhasilan pengembangan di KEK yaitu pelibatan secara langsung adan aktif dari a) stakeholder utama yang terlibat dan b). konsep bisnis yang dijalankan.

A. Stakeholder yang terlibat

Dilihat dari upaya pengembangan bisnis KEK, maka pemetaan akan stakeholder yang ada merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemilihan stakeholder utama, yang ditunjukkan dengan kemampuan dan komitmen dalam bisnis serta jaringan bisnis baik dalam dan internasional dapat diusulkan sebagai stakeholder utama guna mensukseskan pembangunan KEK.

B. Konsep bisnis yang dikembangkan

Dalam mengembangkan konsep bisnis di KEK, maka faktor lokasi strategis akan setiap KEK wajib untuk ditonjolkan. Lokasi KEK yang dekat dengan jalur pedagangan internasional maka konsep bisnis yang dapat dikembnagkan adalah pengembangan bisnis pelabuhan yang terintegrasi dengan infrastruktur pendukung (transportasi 3 moda yaitu jalan, kereta api, sungai) merupakan syarat sukses sebuah KEK. Selain itu integrasi infrastruktur dengan dan menuju bandara serta pelabuhan interasional wajib tersedia. Hal ini akan memudahkan perpindahan barang dan orang guna mendukung roda bisnis yang cepat.

Selain itu dalam upaya pembangunan KEK, peran pemerintah juga diharapkan mampu menghilangkan hambatan teknis birokrasi dengan membangun system pelayanan terintegrasi dan satu pintu dalam hal perizinan. Serta untuk mempercepat berjalannya KEK maka pemerintah diharapkan:

  1. Menentapkan pembangunan KEK sebagai bagian integral strategi pembangunan nasional.
  2. Pengelolaan administrasi oleh pemerintah dan pengelola kawasan adalah profesional dalam bisnis kawasan.

Daftar pustaka

  1. Adam, Latif, 2007, Perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) : Kasus di beberapa negara.
  2. Hidayat, Agus Syarif, 2010, Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta.
  3. Johansson, Helena and Nilson, 1997, Export Processing Zone as Catalyst, World Development, Vol. 125, No.12, pp. 2115-2128.Prabowo, 2010.
  4. Prabowo, 2010, Kawasan Ekonomi Khusus : Landasan Konseptual dan pengalaman dari negara-negara lain, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta
  5. Rondinelli,D.A, 1987, Export Processing Zone and Economic Development in Asia : A Review and Reassesment of Means of Promoting Growth and jobs, American Journal of Economic and Sociology, Vol 46 (1). Pp 89-105.
  6. Santoso, Budi, 2010, Rencana nasioanl pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Rajagrafindo persada, Jakarta.
  7. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
  8. Wong, Kwan-Yiu and Chu, David K.Y, 1985, The Special Economic Zone-Economic, Political and Geographical factor- The Case of Shenzen Special Economic Zone, New York : Oxford University PressWong dan Chu, 1985.
  9. http://kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html.