Login

Pusat Pendidikan & Pelatihan Industri

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

PERANAN TECHNOPRENEUR DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING NASIONAL

PERANAN TECHNOPRENEUR DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING NASIONAL

Oleh

Zya Labiba, MT

Widyaiswara Muda BDI Surabaya

Beberapa tahun terakhir, istilah technoprenuership kerap sekali kita jumpai dan dengar di berbagai media baik media cetak maupun media elektronik. Buku-buku yang menggunakan istilah ini sebagai bagian dari judulnya sudah banyak bermunculan. Bahkan, ada beberapa universitas yang mulai menawarkan technoprenuership sebagai program studi dan membuka program master. Salah satu universitas di Asia yang menawarkan Master Degree Program Technopreneurship adalah Universitas Teknologi Nanyang (Nanyang Technological University – NTU) Singapura. NTU bahkan memiliki pusat studi khusus untuk bidang ini yang dikenal dengan nama Nanyang Technopreneurship Center (NTC).

Apakah Technopreneurship Itu? Ditilik dari asal katanya, Technopreneurship merupakan istilah bentukan dari dua kata, yakni ‘teknologi’ dan ‘enterpreneurship’. Secara umum, kata Teknologi digunakan untuk merujuk pada penerapan praktis ilmu pengetahuan ke dunia industri atau sebagai kerangka pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan alat-alat, untuk mengembangkan keahlian dan mengekstraksi materi guna memecahkan persoalan yang ada. Sedangkan kata entrepreneurship berasal dari kata entrepreneur yang merujuk pada seseorang atau agen yang menciptakan bisnis/usaha dengan keberanian menanggung resiko dan ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang ada (Zimmerer dan Scarborough, 2008).

Jika kedua kata diatas digabungkan, maka kata teknologi disini mengalami penyempitan arti, karena Teknologi dalam “technopreneurship” mengacu padaTeknologi Informasi, yakni teknologi yang menggunakan komputer sebagai alat pemrosesan. Menurut Posadas (2007), istilah technopreneurship dalam cakupan yang lebih luas, yakni sebagai wirausaha di bidang teknologi yang mencakup teknologi semikonduktor sampai ke asesoris komputer pribadi (PC). Sebagai contoh adalah bagaimana Steven Wozniak dan Steve Job mengembangkan hobi mereka hingga mereka mampu merakit dan menjual 50 komputer apple yang pertama, atau juga bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan karya mereka yang kemudian dikenal sebagai mesin pencari google. Mereka inilah yang disebut sebagai para technopreneur dalam definisi ini.

Dalam wacana nasional, istilah technopreneurship lebih mengacu pada pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan wirausaha. Berbeda dengan pengertian pertama diatas, jenis wirausaha dalam pengertian technopreneurship disini tidak dibatasi pada wirausaha teknologi informasi, namun segala jenis usaha, seperti usaha mebel, restoran, super market ataupun kerajinan tangan, batik dan perak. Penggunaan teknologi informasi yang dimaksudkan disini adalah pemakaian internet untuk memasarkan produk mereka seperti dalam perdagangan online (e-Commerce), pemanfaatan perangkat lunak khusus untuk memotong biaya produksi, atau pemanfaatan teknologi web 2.0 sebagaisarana iklan untuk wirausaha. Dalam pengertian kedua ini, tidaklah jelas pihak mana yang bisa disebut sebagai technopreneur. Dalam hal ini, kedua pengertian ini akan digunakan secara bersama-sama.

Data yang ada jumlah entrepreneur di Indonesia baru mencapai 0.2 % dari jumlahpenduduk. Masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan entrepreneur di Malaysia berjumlah 3 %, Singapura 7,2 %, Cina 10 % bahkan AS sudahmencapai 11 %. Dalam menghadapi tantangan global seperti demikian maka dituntut bekerja lebih keras dan cerdas untuk meningkatkan jumlah dan kualitas entrepreneur yang memadai sekitar 2-3 % dari jumlah penduduk. Pertumbuhanekonomi Negara tidakterlepasdariaktivitas sector riil yang digerakkanoleh para pengusaha.

Menurut data World Economic Forum (WEF) menyatakan daya saing Indonesia menempati peringkat ke-44 pada tahun2010, menurun menjadi peringkat ke-46 pada tahun2011 dan pada tahun 2012 anjlok menjadi peringkat ke-50. Namun pada 2013 naik ke peringkat 38. Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia belum stabil.Pelaku utama technopreneur di Indonesia masih ditumpukan pada pemuda sebagai agent of change yang diharapkan mampu mendongkrak daya saing nasional dengan cara menggali potensi sumberdaya yang ada di seluruh nusantara dengan mengangkat kearifan local kedaerahan dipadukan dengan inovasi teknologi dan sentuhan bisnis yang menguntungkan dapat diselaraskan dengan program MP3EI. Sehingga akan merangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan technopreneur di daerah – daerah, sehingga akan tercapainya program nasional tentang penumbuhan technopreneur. Hal ini akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah technopreneur di Indonesia yang akan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Agar peran technopreneur dapat meningkatkan perekonomian nasional secara maksimal, maka perlu adanya kolaborasi antara semua pihak, mahasiswa, peneliti, pemerintah, masyarakat. Pemerintah sebagai pihak birokrasi, pengambil kebijakan, legalitas, perlindungan dan penjaminan terhadap HAKI, penyedia fasilitas dalam mengembangkan technopreneurship di Indonesia. Masyarakat sebagai mitra akan menjadi support dukungan moral, berpartisipasi dengan kapasitas masing-masing. Peran Peguruan Tinggi tidak kalah penting dalam mencetak generasi muda yang peduli dengan lingkungan dan idealisme tinggi. Institusi mengembangkan technopreneurship di Indonesia.

Dengan demikian ada hubungan timbal balik, ada feedback yang saling berkolaborasi untuk meningkatkan daya saing bangsa, memperbaiki ekonomi rakyat dan mewujudkan apa yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni dengan menggabungkan penerapan teknologi dan ketrampilan kewirausahaan, menyatukan ide, memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan inovasi yang mempunyai dampak social ekonomi.

Tumbuhnya enterprenuer muda yang berbasis pemanfaatan dan penerapan IPTEK dengan maksimal akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Dimana salahsatu pilar dalam menentukan daya saing nasional ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi.